Senin, 28 April 2008

Jon Bon Jovi : ”Bukan hanya sekedar Rocker”

"Rock ‘n’ roll, adalah bisnis yang punya banyak ekses. Jika mau dua pizza, saya bisa mendapatkannya. Jika mau dua perempuan, saya bisa mendapatkannya. But I don’t need two pizzas. And I don’t need two girls."(Jon Bon Jovi)

Jon Bon Jovi adalah penyanyi, musikus, komponis serta aktor Hollywood yang lahir di Kraysville, New Jersey, AS pada tanggal 2 Maret 1962 dan terlahir dengan nama John Francis Bongiovi.

Awal terbentuknya Bon Jovi

Jon Bongiovi menghabiskan waktu sekolahnya dengan memainkan Rock N' Roll, biasanya di band lokal, bersama temannya, Dave Rashbaum. Sepupunya, Tony, mempunyai studio rekaman The Power Station, tempat mereka biasa ngumpul. Jon kemudian bekerja di situ, dan mulai membuat demo tape bersama beberapa musisi terkenal dari The E Street Band dan Aldo Nova. Salah satu demo, Runaway, menjadi hit di radio lokal New Jersey. Jon membentuk Bon Jovi untuk menunjang hit ini, merekrut gitaris Dave Sabo, bassis Alec Jon Such, dan drumer Tico Torres, di samping Rashbaum pada keyboard. Grup ini segera menjadi incaran banyak label, meskipun menurut sebagian orang hanya Jon yang diincar. Bon Jovi akhirnya menandatangani kontrak dengan Mercury Records tahun 1983. Dalam penandatanganan, Jon mengubah nama keluarganya menjadi Bon Jovi untuk menyamarkan latar belakang etnisnya, dan Rashbaum menggunakan nama tengahnya Bryan sebagai nama keluarga. Sebelum Bon Jovi masuk studio, Sabo digantikan oeh Ritchie Sambora. Sabo kemudian membentuk Skid Row. Album perdana Bon Jovi dirilis tahun 1984, dan Runaway menjadi top 40 hit.

Pernak-Pernik Kehidupan Jon Bon Jovi

Dalam usianya ke 46 nyaris tidak mempercayai keberuntungannya. Setelah 25 tahun (1983-2008), penjualan album kelompok rock Bon Jovi hampir mencapai 100 juta kopi. Penjualan album Bon Jovi sampai dengan yang dirilis terakhir "Bounce" (2002) sudah melebihi 95 juta kopi, mendekati 100 juta kopi, dan akan segera menjadi catatan sejarah tersendiri. Hal yang menjadi ambisi terbesar Jon Bon Jovi saat ini. "Saya sangat senang, Ini sungguh luar biasa. Saya bahkan tidak tahu bagaimana cara berdansa," guraunya senang.

Ketika ditanya mana yang lebih diinginkannya, mendapatkan Christina Aguilera (28), penyanyi yang oleh "People" dijuluki "cewek liar" atau mencapai penjualan 100 juta kopi? "Mencapai penjualan 100 juta kopi, jauh lebih mungkin," sahutnya diplomatis.

Jon Bon Jovi, rocker tampan yang dipuja banyak perempuan, dan dijuluki simbol seks itu memang bukan Mick Jagger (63), pentolan kelompok musik Rolling Stone yang doyan mengencani "daun muda". Ia, lelaki menikah yang punya prioritas dalam hidupnya. Istrinya, Dorothea Hurley (46), punya ungkapan menarik soal ini. "Jika kamu menyeleweng, OK, go ahead, tetapi saya akan bersama anak-anak." Dan Jon bukanlah jenis ayah yang sanggup kehilangan ketiga anaknya, Stephanie Rose Bongiovi (15), Jesse James (13) dan Jacob (1).

Dikatakan oleh Jon, "Berusaha menggoda penonton adalah basis dari musik rock ‘n’ roll." Tetapi love affair hanya sebatas di panggung. "Yang saya lakukan paling berbicara dan memandangi mereka," ujar Jon tentang fans perempuan yang sering melemparinya bra dan celana dalam di panggung.

Ketika ditanya, bagaimana mungkin pernikahan bisa cocok dengan image seks, obat-obatan dan rock ‘n’ roll? "Pernikahan dan rock ‘n’ roll bisa sejalan. It works…," kata Jon mencontohkan dirinya. "Buat saya, kita tidak usah lagi lah membawa kebiasaan meneguk minuman keras, seks dan obat-obatan bersama musik rock. Obat-obatan, seks dan minuman keras itu warisan lama musik rock, warisan tahun enam puluhan yang seharusnya dibuang," tambahnya.

Soal "cap" musik rock yang sulit dilepaskan dari keberingasan, kekerasan, dan mabuk-mabukan, menurut Jon Bon Jovi, tidak bisa terus dipertahankan. Dia mengatakan, di Amerika Serikat banyak musisi rock seperti kelompok Bon Jovi, yang dengan sungguh-sungguh memegang sikap hidup yang berbeda dengan "cap" yang tahun 1960-an begitu melekat pada setiap musisi rock.

"Bagi saya antiobat-obatan itu adalah pilihan pribadi. Oleh karena itu saya bukanlah juru kampanye antiobat-obatan, meskipun pejabat pemerintah (di Amerika Serikat) meminta saya untuk menjadi juru bicara mereka. Saya tidak ingin orang menjadi antiobat-obatan karena kata-kata saya. Saya ingin mereka memilih sikap itu sebagai pilihan pribadinya sendiri," tegas Jon suatu kali.

Suatu Ketika Jon...

Jon menghempaskan tubuhnya di balik kemudi "Dodge Viper" warna hitam miliknya. Mobilnya menderu meninggalkan garasi rumah. Sebuah tempat tinggal yang sangat mengesankan, dibangun dari batu kapur menyerupai chateu di Perancis. Ia meluncur menuju pusat kota New Jersey, segera berpindah ke perseneling tiga dan kurang dari 10 menit kemudian tiba di tempat parkir sebuah sekolah dasar. Ia berjalan cepat ke ruangan kepala sekolah untuk mengambil kartu tanda pengunjung, dan mengalungkan di lehernya. "Selamat sore, Mr Bongiovi," ujar sekretaris sekolah itu. Meski Jon mengenakan celana jins hitam, jaket kulit, sepatu boot, ia tetap disapa dengan nama resminya.

Ia segera bergegas menuju auditorium, berjingkat diantara tempat duduk penonton dan duduk disamping isterinya Dorothea, yang menggendong anak ketiganya Jacob yang baru berusia 1 tahun. Tidak berapa lama kemudian, lampu padam. Seorang anak perempuan berusia 15 tahun Stephanie Rose Bongiovi berambut blonde, dan bermata biru seperti ayahnya – melangkah ke atas panggung. Stephanie berperan sebagai seorang ibu yang mengajari anaknya mengapresiasi musik klasik. "Sekali pun itu bukan musik rock ‘n’roll, " ujar Stephanie dalam adegan tersebut, "Tetapi, itu tetap bisa mengisi jiwamu." Jon dan Dorothea bertepuk tangan dan tertawa terbahak mendengar kalimat yang dilontarkan puteri tertuanya tadi.

"Untuk waktu bertahun-tahun begitu banyak sandiwara yang saya tidak bisa ikut menonton ketika saya sedang tur. Saya tidak bisa lagi ketinggalan satu pun," kata Jon tentang pertunjukan sandiwara di sekolah anak-anaknya yang diselenggarakan setahun sekali. Kini, dalam kalender acara kegiatan tur promosi album terbaru kelompok band ini "Bounce" ke seluruh dunia, Jon yang punya hobi mobil, nonton film kartun, nonton bioskop dan baseball itu memasukkan jadwal-jadwal untuk pulang ke rumah.

Jon, selama 16 tahun pernikahannya dengan Dorothea, teman SMU-nya akhir tahun 1970-an, memang mampu membuktikan diri sebagai rocker yang hebat, sekaligus ayah yang baik. Ibaratnya, ia jago ber- rock ‘n’ roll di panggung dan mengayun bayi di rumah. "Saya dulu sering bercanda bahwa rumah saya adalah rumah seorang penyanyi... di mana-mana selalu saya, saya, saya. Sekarang tidak lagi. Sekarang rumah ini adalah rumah anak-anak," kata Jon yang bertetangga baik dengan Bruce Springsteen dan Bono U2.

Kehidupan Jon dan Dorothea

Kami menjalani hidup seperti orang pada umumnya. Pagi-pagi, anak-anak bangun tidur dan Jon memasak telur. Kemudian mengantarkan mereka ke sekolah. Akhir pekan, kita tidur-tiduran, makan junk food dan nonton bola," kata Dorothea

Ada banyak rencana dalam keluarga ini untuk membangun rumah impian mereka. Tapi seperti dikatakan Dorothea banyak orang pesimis tentang hal itu. "Hampir setiap orang mengatakan, "Suatu saat kamu pasti bercerai." Tetapi kami selalu yakin 99 persen akan semua hal." Dan kenyataannya, kami benar," tambahnya.

"Dorothea itu cermin Jon," kata gitaris Bon Jovi, Richie Sambora, yang mengenal Jon Bon Jovi sejak band itu didirikan. "Kalau kamu sering bepergian dan terkenal seperti Jon, kamu butuh seseorang yang bisa berkata jujur. Dan, Jon mendapatkan kejujuran itu, ketika menatap mata istrinya."

Dorothea, tentu saja, tidak sedang memperolok dirinya sendiri ketika bicara masalah paling sulit menikah dengan rocker yang juga simbol seks. "Tetapi saya selalu punya keyakinan . . .entah ini keyakinan bodoh atau cukup pintar …bahwa ia akan selalu pulang pada saya, ke rumah. Dan untuk itu, saya tidak perlu duduk menunggu sepanjang hari, menggigiti kuku dan membiarkan rambut beruban," ujarnya yakin.

Jon Bon Jovi sendiri selalu memuji isterinya, yang cakap menjalankan segala urusan keluarga dan urusan rumah dibantu 10 orang pegawai, dan masih mengelola sebuah kelas karate. "Dia sungguh luar biasa, sangat percaya diri dan mandiri," kata Jon memuji Dorothea, pemegang sabuk hitam karate itu.

Ketika ditanya apakah ia masih menginginkan anak lagi? Ia terbahak. "Saya hampir tidak punya waktu membuat bayi lagi…," ujar Jon yang pernah sukses dengan konser Bon Jovi "Crossroad to The East" di Ancol, Jakarta, 6 Mei 1995 lalu.